Welcome To Indonesian Stock Exchange Control

This web site is dedicated for controlling Indonesian Stock Exchange or IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). Using the control making easy to watch, predict, analyze, and control about product that using IHSG as source. The control is : graphical world index, oil prices, gold prices and other commodities national or international.

Rabu, 24 September 2008

Permainan Harga Minyak


Siapa dalang di balik fluktuasi tajam harga minyak mentah dunia? Jika memilih spekulan sebagai jawaban, Anda tidak sendiri. Sebagian besar analis menyebut spekulan, kadang diperhalus jadi investor, sebagai biang keladi gejolak harga saat stok memadailah.

Spekulan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti orang yang mencari keuntungan a.l. di perniagaan dengan cara melakukan spekulasi. Sementara spekulasi merupakan pendapat atau dugaan yang tidak berdasarkan kenyataan, tindakan untung-untungan, atau menjual sesuatu yang mungkin mendatangkan untung besar.

Namun, sebagian analis tidak sepakat dengan pendapat umum itu, seperti Stefanus P. Susanto, pemerhati minyak sekaligus Direktur PT Reliance Securities Tbk. Dia menilai spekulan juga bagian yang normal dari sebuah pasar. Spekulan akan tetap hadir selama perekonomian mengandalkan pasar.

"Spekulan tidak bisa menentang arus, dia akan terjun mengikuti arus dengan memanfaatkan celah yang ada di market, misalnya short selling," katanya.

Meski demikian, ekonom dan VP Standard Chartered Indonesia Fauzi Ichsan mempunyai indikator sederhana untuk mengetahui apakah spekulan saat ini sedang bermain di pasar komoditas terutama kontrak minyak mentah.

"Kalau dalam kondisi normal, harga [minyak] sekitar US$90 per barel, tetapi jika harga di atas US$90 per barel, itu faktor speculated premium," tuturnya.

Padahal harga minyak di bawah US$90 per barel hanya terjadi pada 31 Januari-7 Februari. Harga terendah dalam lima bulan terakhir, terjadi pada tanggal 16 September US$91,15 per barel.

Kemarin, kontrak minyak untuk pengiriman November diperdagangkan pada level US$106,9 per barel di New York Mercantile Exchange pada pukul 14.56 waktu Singapura.

Pada perdagangan pada Selasa, minyak turun US$2,76 per barel atau 2,5% menjadi US$106,61 per barel. Harga minyak itu juga lebih rendah 27% dari rekor 11 Juli sebesar US$147,27 per barel.

Data stok dan kebutuhan minyak mentah dunia yang dikumpulkan Bloomberg bisa mematahkan mekanisme permintaan dan penawaran sebagai penyebab lonjakan harga.

Pada 31 Agustus, permintaan minyak global mencapai 86 juta barel, sekitar 48 juta barel di antaranya berasal dari negara maju. Pada saat yang sama, pasokan minyak mencapai 86,4 juta barel, dari jumlah itu sekitar 32,1 juta barel produksi OPEC.

Kondisi pasokan dan permintaan tidak berbeda saat harga minyak mendaki atau terjun bebas. Fluktuasi harga yang tajam lebih banyak dipicu kekhawatiran pemegang kontrak atau investor di pasar komoditas terhadap kondisi stok AS dan kelangsungan produksi pada saat badai menghampiri negeri adidaya itu.

Pengaruh badai a.l. Gustav dan Ike, kondisi stok dan prospek perekonomian AS pada harga minyak, terlihat lebih dominan dibandingkan dengan penurunan permintaan dari India dan China, atau bahkan situasi geopolitik.

Kenaikan harga minyak itu juga membangunkan pasar komoditas dari tidur panjangnya terutama komoditas yang berhubungan dengan bahan bakar alternatif seperti jagung, kedelai, dan minyak sawit (crude palm oil/CPO).

Faktor fundamental yang berhubungan dengan produksi minyak hampir tidak terdengar ketika harga minyak mengamuk.

Manipulasi kontrak

Perkembangan harga di pasar komoditas itu akhirnya membuat The Commodity Futures Trading Commission (CFTC) gerah. Badan pengawas perdagangan komoditas berjangka AS itu pada Juni melakukan penyelidikan.

Pekan ini, CFTC juga melakukan penyelidikan yang sama setelah harga minyak cenderung aneh. Hasilnya, praktik spekulasi dituduh sebagai salah satu penyebabnya.

Pada saat diperdagangkan awal pekan lalu, harga minyak mentah pengiriman Oktober yang sudah berakhir kontraknya melonjak hingga US$16,37 atau 15,7% ke level US$120,92 per barel.

Padahal harga sepanjang pekan lalu hanya bergerak pada kisaran US$95-US$97 per barel selama empat hari dan bertahan pada level US$104,55 per barel akhir pekan. Pada proses penyelidikan itu, CFTC juga menggaet staf pelaksana Nymex guna memastikan tidak ada spekulan yang mengambil untung sesaat dari krisis keuangan yang tengah berkecamuk.

CFTC juga membuka data investor di bursa berjangka dan di indeks dana kelolaan komoditas untuk melihat besaran aksi spekulasi yang dilakukan pengelola dana.

Aksi otoritas bursa berjangka AS itu dilancarkan untuk mendapatkan penjelasan sejauh mana faktor manipulasi kontrak berjangka minyak dapat mendongkrak harga hingga dua kali lipat dalam setahun. Pada saat penyelidikan dilakukan, harga minyak naik menjadi US$124,93 per barel dari rata-rata harga bulan sebelumnya yang masih US$109 per barel.

Beberapa anggota Kongres AS bahkan lebih garang lagi. Pada saat harga minyak mencapai rekor tertingginya pada 11 Juli, sejumlah anggota Kongres AS itu mengajukan aturan perundangan yang intinya membatasi aksi spekulan di pasar energi.

Negara yang mengklaim paling demokratis dan pengusung utama sistem pasar itu pun mulai mencari jalan mengerem gerakan pasar komoditas. Belum sempat terdengar kelanjutan pembahasan, Washington sudah disibukkan dengan penyelamatan industri keuangannya.

Krisis di pasar keuangan AS akibat hantaman krisis subprime mortgage dan akhirnya berlanjut dengan jatuhnya Bear Stearns, Fannie Mae and Freddie Mac lalu bangkrutnya Lehman Brothers dan surutnya likuiditas American International Group (AIG).

Pelemahan nilai tukar dolar AS yang diperkirakan sudah memenuhi siklus lima hingga tujuh tahunan juga merugikan investor di pasar uang. Pasar komoditas, khususnya minyak, menjadi lahan menjanjikan bagi investor.

Namun, beberapa analis kini pesimistis pasar komoditas akan menarik minat karena penurunan harga minyak yang tajam ikut menyeret harga komoditas energi lain, seperti batu bara dan gas alam cair.

Minat investor itu bisa dilihat dari laporan EPFR Global, salah satu perusahaan periset yang memperkirakan aliran dana keluar bursa komoditas dan energi dalam satu pekan, dihitung sampai dengan 17 September, mencapai US$767 juta.

Dari jumlah itu, arus dana keluar dari pasar komoditas mencapai US$269 juta dan energi US$498 juta. Sejak pertengahan Juli, Bloomberg mencatat jumlah dana yang ditarik investor dari kedua pasar itu mencapai US$3,9 miliar.

"Ketika saham anjlok seketika investor beralih ke pasar komoditas dan memicu harga minyak melonjak US$120 per barel pada Senin pekan ini. Jika kedua pasar tersebut, baik saham maupun komoditas secara bersamaan tertekan maka pasar valas menjadi pilihan investor menyuntikkan dananya," kata Stefanus.

Seperti halnya analis yang lain, dia juga mengaku sulit memperkirakan arah investasi pada saat pasar komoditas, saham, dan keuangan tertekan. Pilihan hold dana dan menunggu perkembangan penghapusan aset tidak likuid di industri perbankan AS, katanya, menjadi pilihan yang paling wajar saat ini.

AS mempunyai kesempatan untuk memengaruhi spekulan di pasar komoditas, tetapi negara lain, termasuk Indonesia, tidak. Padahal, efek negatif yang mesti dihadapi negeri lain terutama negara berkembang lebih tinggi dari AS. Jadi, hold dulu, deh! (23)(nana.oktavia@bisnis.co.id/lutfi.zaenudin@bisnis.co.id)

Oleh Nana Oktavia Musliana & Lutfi Zaenudin
Wartawan Bisnis Indonesia
dari : bisnis indonesia